IKEA membuka tokonya di Alam Sutera, Tangerang, Provinsi Banten, pada 13 Oktober 2014. Eva tampak serius mengamati deretan pot bunga yang terbuat dari tembikar. Telapak tangannya disapukan ke permukaan salah satu pot, untuk memeriksa kekokohan barang tersebut. Eva adalah salah seorang dari ribuan pengunjung di toko furnitur IKEA yang terletak di Alam Sutera, Tangerang, Provinsi Banten. Dia mengaku rajin menyambangi toko itu untuk membeli beragam keperluan rumah tangga. Ketika ditanya mengenai kasus merek yang melibatkan toko tersebut, dia mengangguk tanda mengerti.
“Saya sudah mendengar kasus ini. Tapi saya sih merasa
tidak terpengaruh. Saya akan tetap datang ke sini,” kata Eva.
Selama nyaris dua pekan terakhir, Eva dan publik Indonesia
lainnya disajikan pemberitaan mengenai perusahaan raksasa mebel asal Swedia,
IKEA. Melalui putusan Mahkamah Agung yang dipublikasikan ke ranah publik pada
awal bulan ini, merek dagang perusahaan tersebut dihapuskan di Indonesia.
Akibatnya, cap IKEA tak lagi bisa menempel pada dua jenis barang, yakni perabot
rumah yang terbuat dari kayu, gabus, rumput, rotan, dan plastik serta wadah
untuk rumah tangga yang terbuat dari porselin atau tembikar.
Dalam klasifikasi hak kekayaan intelektual Indonesia, kedua
jenis barang itu masuk kelas 20 dan 21. Mahkamah Agung memutuskan bahwa merek
dagang IKEA harus dicabut pada dua jenis barang, yakni perabot rumah yang
terbuat dari kayu, gabus, rumput, rotan, dan plastik serta wadah untuk rumah tangga
yang terbuat dari porselin atau tembikar. Dalam klasifikasi hak kekayaan
intelektual Indonesia, kedua jenis barang itu masuk kelas 20 dan 21.
Duduk perkara
Sebagaimana dijelaskan Direktur Jenderal Hak kekayaan
Intelektual dari Kementerian Hukum dan HAM, Ahmad Ramli, Inter Ikea System BV
selaku pemegang merek IKEA telah mendaftarkan mereknya pada berbagai jenis
barang, termasuk kelas 20 dan 21, pada Ditjen HAKI pada 2010. Tiga tahun
kemudian, PT Ratania Khatulistiwa dari Surabaya melayangkan gugatan untuk
menghapus merek IKEA.
“Direktur Merek kemudian mengeluarkan usul tolak. Karena
usul tolak ini, pemohon kemudian mengajukan ke pengadilan dengan alasan non-use,
artinya jika suatu merek tidak digunakan dalam tiga tahun, maka merek itu bisa
dicoret atau dihapus,” kata Ahmad Ramli kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome
Wirawan.
Dalih yang digunakan oleh PT Ratania Khatulistiwa ialah
Pasal 61 ayat 1 huruf a UU Merek yang berbunyi:
“Penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat
Jenderal dapat dilakukan jika merek tidak digunakan selama 3 tahun
berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran
atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh
Direktorat Jenderal.”
Inter Ikea System BV selaku pemegang merek IKEA telah
mendaftarkan mereknya pada berbagai jenis barang, termasuk kelas 20 dan 21,
pada Ditjen HAKI pada 2010. Tiga tahun kemudian, PT Ratania Khatulistiwa dari
Surabaya melayangkan gugatan untuk menghapus merek IKEA.
Pada 17 September 2014, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
memerintahkan merek IKEA di kelas 20 dan 21 harus dicabut. Atas vonis ini,
Inter Ikea System BV mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Tapi, pada 12 Mei 2015, MA mengeluarkan putusan menolak
permohonan kasasi. Juru bicara MA, Suhadi, menolak menjelaskan dasar penolakan
yang diputuskan majelis hakim yang diketuai Syamsul Maarif dan beranggotakan
Abdurrahman dan I Gusti Agung Sumanatha. Namun, dia mengakui ada perbedaan
pendapat di antara hakim.
"Hakim agung Sumanatha memilih dissenting opinion
dan menyatakan gugatan PT Ratania haruslah ditolak," kata Suhadi.
Inter Ikea System BV telah melakukan registrasi ulang ke
Direkrorat Jenderal HAKI di Indonesia pada 2012 dan disetujui atau terdaftar
pada 2014.
Tetap buka
Lantas, apakah akibat putusan tersebut, IKEA tak lagi bisa
memperdagangkan produk-produk mereka di Indonesia? Tony Mampuk, kepala divisi
hubungan pemerintah IKEA Indonesia, membenarkan bahwa putusan MA menghapus
merek IKEA pada 2010.
“Tetapi yang tidak terungkap bahwa Inter Ikea System BV
telah melakukan registrasi ulang ke Direkrorat Jenderal HAKI di Indonesia pada
2012 dan disetujui atau terdaftar pada 2014. Sertifikat tahun 2014 sampai
dengan hari ini masih berlaku dan valid dan dilisensikan secara eksklusif oleh Inter
Ikea System BV ke PT Hero Supermarket. Jadi bisa dibilang, secara dampak,
putusan (MA) itu tidak berdampak selain menghapus trademark 2010 yang telah
digantikan pada 2014,” kata Tony.
Pihak IKEA Indonesia menambahkan bahwa amar putusan Mahkamah
Agung pada 2015 lalu menyebutkan mengenai penghapusan merek dagang IKEA pada
dua jenis barang, tapi tidak disebutkan bahwa merk IKEA dialihkan ke pihak
lain. Atas alasan itu pula, toko IKEA di Alam Sutera, Tangerang, tetap buka.
BBC Indonesia berupaya beberapa kali menghubungi PT Ratania
Khatulistiwa di Surabaya selaku penggugat merk IKEA, namun perusahaan tersebut
belum kunjung memberikan tanggapan. Pihak IKEA Indonesia menambahkan bahwa amar
putusan Mahkamah Agung pada 2015 lalu menyebutkan mengenai penghapusan merek
dagang IKEA pada dua jenis barang, tapi tidak disebutkan bahwa merk IKEA
dialihkan ke pihak lain.
Sorotan
Masalah merek ini mendapat sorotan dari sejumlah akademisi.
Profesor Muhammad Hawin, dosen kajian persaingan usaha dari Universitas Gajah Mada,
misalnya. Menurutnya, dalam beberapa kasus merk yang disengketakan di
pengadilan, hakim tidak melindungi merek terkenal.
“Semangat untuk melindungi investor asing belum tinggi,”
katanya. Heru Susetyo, dosen kajian hukum masyarakat dan pembangunan dari
Universitas Indonesia memandang kasus merk IKEA adalah cerminan bahwa hukum di
Indonesia kurang mendukung investasi dan inovasi.
“Ada dua hal. Pertama, produk hukumnya belum ada atau kurang
mendukung iklim investasi dan teknologi di Indonesia. Jadi ini bukan hanya
masalah IKEA ya,” ujar Heru seraya menyebut sejumlah contoh, seperti kasus
transportasi ojek online dan kasus perakit televisi. Hal ini, menurutnya,
tantangan bagi dunia hukum di Indonesia yang perkembangannya lebih lambat dari
perkembangan teknologi dan ekonomi.
“Ini membuat para investor atau pengusaha jadi berpikir
panjang untuk berinvestasi dan mengembangkan bisnisnya,” kata Heru.
Anilisis :
Indonesia adalah salah
satu Negara berkembang yang saat ini sedang berusaha memperbaiki ekonomi negaranya.
Masyarakat Indonesia yang sangat konsumtif, menggiurkan investor dari luar
negeri untuk menjajalkan usahanya dinegara ini. Namun, Negara ini masih sangat
kurang memperkuat hukum terhadap merek-merek baik merek dari Negara tersebut
maupun Negara luar. Seperti kasus IKEA ini yang tidak mendapatkan perlindungan
hukumnya terhadap beberapa dagangannya seperti merek dagang kelas 20 dan 21.
Investor dari luar negeri ini dapat membantu perekonomian Indonesia, namun
dengan adanya kasus seperti ini, mungkin banyak investor yang harus berfikir
panjang untuk memulai investasinya dengan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar