Bambang Pram Said dari firma hukum Said, Sudiro &
Partners, mengatakan bahwa kasus sengketa merek seringkali terjadi disebabkan
adanya pihak tertentu yang mengambil kesempatan untuk mencari kompensasi/uang
ganti rugi dikemudian hari, dengan cara mendaftarkan merek-merek yang sudah
dikenal umum masyarakat. Dengan mengetahui adanya merek yang sudah dikenal umum
dan menghasilkan keuntungan, tetapi pemiliknya belum mendaftarkan mereknya di
Ditjen HKI, pihak beritikad tidak baik segera mendahului mendaftarkan merek
tersebut, walaupun saat itu tidak ada kepentingannya dengan merek itu. Kemudian
hari pihak pendaftar dengan itikad tidak baik itu menyalahgunakan hak
perlindungan merek yang diberikan Undang-Undang untuk melakukan manuver tertentu
sehingga pemilik asli / pengguna pertama merek itu terpaksa membayar kompensasi
/ ganti rugi kepada si pendaftar beritikad tidak baik itu. Padahal dalam UU
Merek No 15 tahun 2001 (UU Merek) pasal 4 telah diatur bahwa merek tidak dapat
didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak
baik.
Bambang kini tengah menangani
beberapa perkara HKI, antara lain perkara sengketa merek yang sedang dihadapi
kliennya yakni PT. Puri Intirasa pemilik restoran ”Waroeng Podjok” yang telah
lama beroperasi di mal Pondok Indah, Pacific Place, Plaza Semanggi dan beberapa
mal lainnya. Menurut Bambang, sengketa merek kliennya dengan pihak Rusmin
Soepadhi diawali dengan adanya somasi kepada kliennya serta peringatan terbuka
di harian umum oleh pihak Rusmin sebagai pendaftar merek ”warung pojok”. Atas
dasar itu serta hasil penelitian bahwa pihak Rusmin baru melakukan pendaftaran
tahun 2002 setelah ”Waroeng Podjok” dikenal umum dan terindikasi adanya
pendaftaran tanpa itikad baik, pihak Waroeng Podjok milik PT. Puri Intirasa
yang diwakilinya melayangkan gugatan pembatalan merek melalui Pengadilan Niaga.
Bambang mengatakan, pihaknya melayangkan gugatan ke pihak Rusmin bukan tanpa
alasan, lantaran antara lain karena kliennya sudah mengoperasikan restoran
dengan nama ”Waroeng Podjok” sejak tahun 1998 dan dapat dibuktikan dengan
adanya Surat Setoran Pajak pada Dinas Pendapatan Daerah sejak tahun 1999. Klien
kami juga dapat membuktikan adanya Surat Keputusan pengukuhan pajak dari Kepala
Dinas Pemerintahan Daerah pada tahun 1999. Disamping itu klien kami juga sudah
mendapatkan pengakuan dari Ditjen Pariwisata sehubungan dengan usaha makanan
tradisionalnya. Bahkan sejak itu beberapa media cetak lokal maupun lingkup Asia
telah meliput usaha kuliner tradisional ”Waroeng Podjok”.
“Klien kami menggugat karena memang
melihat adanya pelanggaran, itikad tidak baik dan kesewenangan dalam
pendaftaran nama Warung Pojok oleh pihak Rusmin. Klien kamilah yang pertama
menggunakan nama Waroeng Podjok sejak 1998. Namun pihak Rusmin mengirim somasi
pada klien kami dan membuat pernyataan terbuka di harian umum bahwa mereka
sebagai pendaftar merek ”Warung Pojok” dan seolah penggunaan merek ”Waroeng
Podjok” oleh PT. Intirasa adalah ilegal. Akhirnya dalam proses pengadilan
terbukti bahwa PT Puri Intirasa merupakan pihak yang terlebih dulu membuka
usaha dengan nama “Waroeng Podjok”. Sehingga tuntutan pihak Rusmin terhadap PT
Puri Intirasa agar tidak menggunakan nama ”Waroeng Podjok” serta membayar ganti
rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 6 miliar, seluruhnya ditolak pengadilan
dengan salah satu pertimbangan bahwa PT Puri Intirasa telah lebih dahulu
melakukan usaha restoran dengan nama ”Waroeng Podjok”. Dalam pertimbangannya
Majelis Hakim juga mengingatkan bahwa istilah/kata ”Warung Pojok” sudah dikenal
dari masa ke masa. Bambang melanjutkan, meskipun gugatan balik pihak Rusmin
seluruhnya ditolak Majelis Hakim, terasa masih ada yang menggantung, yakni
Majelis Hakim belum memerintahkan mencabut pendaftaran merek “Warung Pojok”.
Apabila nama itu memang dianggap sudah ada dari masa ke masa yang artinya sudah
dianggap milik umum, maka semestinya Pengadilan memerintahkan pencabutan
pendaftaran merek tersebut agar tidak menjadi monopoli pihak pendaftar saja,
dan pihak lain dapat menggunakannya. Bahkan dalam proses persidangan terungkap
bahwa sejak pendaftarannya pada tahun 2002 nama “Warung Pojok” tidak pernah
digunakan oleh pihak Rusmin. Baru pada awal tahun 2008, tidak lama sebelum
mengajukan somasi dan peringatan terbuka di harian umum pihak Rusmin
menggunakan nama itu untuk restorannya yang baru dibuka. Berdasarkan ketentuan
pasal 61 ayat 2 a UU Merek semestinya Ditjen HKI menghapus pendaftaran merek
tersebut karena telah tidak digunakan lebih dari tiga tahun sejak
pendaftarannya. Kasasi ke Mahkamah Agung Lantaran tuntutan membayar ganti rugi
materill dan immaterill serta tuntutan agar PT Puri Intirasa tidak lagi menggunakan
nama “Waroeng Podjok” seluruhnya ditolak Majelis Hakim, pihak Rusmin mengajukan
kasasi atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung, yang didaftarkan melalui
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada hari Senin tanggal 8 September 2008 lalu.
Menghadapi upaya kasasi tersebut,
Bambang mengatakan pihaknya telah mempersiapkan beberapa langkah antisipasi.
Kami berharap Mahkamah Agung mempertimbangkan kenyataan bahwa pihak pendaftar
merek ”warung pojok” tidak pernah menggunakan nama tersebut sejak
pendaftarannya pada tahun 2002 hingga pertama kalinya di awal tahun 2008.
Menurut UU Merek jika dalam rentang waktu tiga tahun suatu merek tidak
digunakan, maka Ditjen HKI akan menghapus pendaftaran merek tersebut. Tanpa
adanya tuntutan dari pihak lainpun seharusnya Ditjen HKI berinisiatif menghapus
pendaftaran merek tersebut, sebagaimana diamanatkan UU.
Analisis :
Banyak masyarakat Indonesia yang
sangat tertarik dengan keuntungan yang ditawarkan dari bisnis kuliner. Banyak
sekali inovasi-inovasi baru dari beberapa makanan seperti contohnya pada kasus
ini adalah “waroeng podjok” dan “warung pojok”. Demi mendapatkan keuntungan dan
popularitas, banyak masyarakat yang menggunakan kesamaan nama walaupun hanya
dibedakan cara membaca atau beberapa hurufnya. Namun hal seperti ini sebenarnya
melanggar hak atas merek bagi perusahaan yang sudah lebih dahulu
menggunakannya. Diharapkan masyarakat dapat berfikir lebih luas untuk memulai
bisnisnya sehingga tidak terjadi kasus-kasus seperti ini lagi.
Sumber :