Minggu, 05 Juni 2016

Waroeng Podjok vs warung pojok



Bambang Pram Said dari firma hukum Said, Sudiro & Partners, mengatakan bahwa kasus sengketa merek seringkali terjadi disebabkan adanya pihak tertentu yang mengambil kesempatan untuk mencari kompensasi/uang ganti rugi dikemudian hari, dengan cara mendaftarkan merek-merek yang sudah dikenal umum masyarakat. Dengan mengetahui adanya merek yang sudah dikenal umum dan menghasilkan keuntungan, tetapi pemiliknya belum mendaftarkan mereknya di Ditjen HKI, pihak beritikad tidak baik segera mendahului mendaftarkan merek tersebut, walaupun saat itu tidak ada kepentingannya dengan merek itu. Kemudian hari pihak pendaftar dengan itikad tidak baik itu menyalahgunakan hak perlindungan merek yang diberikan Undang-Undang untuk melakukan manuver tertentu sehingga pemilik asli / pengguna pertama merek itu terpaksa membayar kompensasi / ganti rugi kepada si pendaftar beritikad tidak baik itu. Padahal dalam UU Merek No 15 tahun 2001 (UU Merek) pasal 4 telah diatur bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.
Bambang kini tengah menangani beberapa perkara HKI, antara lain perkara sengketa merek yang sedang dihadapi kliennya yakni PT. Puri Intirasa pemilik restoran ”Waroeng Podjok” yang telah lama beroperasi di mal Pondok Indah, Pacific Place, Plaza Semanggi dan beberapa mal lainnya. Menurut Bambang, sengketa merek kliennya dengan pihak Rusmin Soepadhi diawali dengan adanya somasi kepada kliennya serta peringatan terbuka di harian umum oleh pihak Rusmin sebagai pendaftar merek ”warung pojok”. Atas dasar itu serta hasil penelitian bahwa pihak Rusmin baru melakukan pendaftaran tahun 2002 setelah ”Waroeng Podjok” dikenal umum dan terindikasi adanya pendaftaran tanpa itikad baik, pihak Waroeng Podjok milik PT. Puri Intirasa yang diwakilinya melayangkan gugatan pembatalan merek melalui Pengadilan Niaga. Bambang mengatakan, pihaknya melayangkan gugatan ke pihak Rusmin bukan tanpa alasan, lantaran antara lain karena kliennya sudah mengoperasikan restoran dengan nama ”Waroeng Podjok” sejak tahun 1998 dan dapat dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak pada Dinas Pendapatan Daerah sejak tahun 1999. Klien kami juga dapat membuktikan adanya Surat Keputusan pengukuhan pajak dari Kepala Dinas Pemerintahan Daerah pada tahun 1999. Disamping itu klien kami juga sudah mendapatkan pengakuan dari Ditjen Pariwisata sehubungan dengan usaha makanan tradisionalnya. Bahkan sejak itu beberapa media cetak lokal maupun lingkup Asia telah meliput usaha kuliner tradisional ”Waroeng Podjok”.
“Klien kami menggugat karena memang melihat adanya pelanggaran, itikad tidak baik dan kesewenangan dalam pendaftaran nama Warung Pojok oleh pihak Rusmin. Klien kamilah yang pertama menggunakan nama Waroeng Podjok sejak 1998. Namun pihak Rusmin mengirim somasi pada klien kami dan membuat pernyataan terbuka di harian umum bahwa mereka sebagai pendaftar merek ”Warung Pojok” dan seolah penggunaan merek ”Waroeng Podjok” oleh PT. Intirasa adalah ilegal. Akhirnya dalam proses pengadilan terbukti bahwa PT Puri Intirasa merupakan pihak yang terlebih dulu membuka usaha dengan nama “Waroeng Podjok”. Sehingga tuntutan pihak Rusmin terhadap PT Puri Intirasa agar tidak menggunakan nama ”Waroeng Podjok” serta membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 6 miliar, seluruhnya ditolak pengadilan dengan salah satu pertimbangan bahwa PT Puri Intirasa telah lebih dahulu melakukan usaha restoran dengan nama ”Waroeng Podjok”. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim juga mengingatkan bahwa istilah/kata ”Warung Pojok” sudah dikenal dari masa ke masa. Bambang melanjutkan, meskipun gugatan balik pihak Rusmin seluruhnya ditolak Majelis Hakim, terasa masih ada yang menggantung, yakni Majelis Hakim belum memerintahkan mencabut pendaftaran merek “Warung Pojok”. Apabila nama itu memang dianggap sudah ada dari masa ke masa yang artinya sudah dianggap milik umum, maka semestinya Pengadilan memerintahkan pencabutan pendaftaran merek tersebut agar tidak menjadi monopoli pihak pendaftar saja, dan pihak lain dapat menggunakannya. Bahkan dalam proses persidangan terungkap bahwa sejak pendaftarannya pada tahun 2002 nama “Warung Pojok” tidak pernah digunakan oleh pihak Rusmin. Baru pada awal tahun 2008, tidak lama sebelum mengajukan somasi dan peringatan terbuka di harian umum pihak Rusmin menggunakan nama itu untuk restorannya yang baru dibuka. Berdasarkan ketentuan pasal 61 ayat 2 a UU Merek semestinya Ditjen HKI menghapus pendaftaran merek tersebut karena telah tidak digunakan lebih dari tiga tahun sejak pendaftarannya. Kasasi ke Mahkamah Agung Lantaran tuntutan membayar ganti rugi materill dan immaterill serta tuntutan agar PT Puri Intirasa tidak lagi menggunakan nama “Waroeng Podjok” seluruhnya ditolak Majelis Hakim, pihak Rusmin mengajukan kasasi atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung, yang didaftarkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada hari Senin tanggal 8 September 2008 lalu.
Menghadapi upaya kasasi tersebut, Bambang mengatakan pihaknya telah mempersiapkan beberapa langkah antisipasi. Kami berharap Mahkamah Agung mempertimbangkan kenyataan bahwa pihak pendaftar merek ”warung pojok” tidak pernah menggunakan nama tersebut sejak pendaftarannya pada tahun 2002 hingga pertama kalinya di awal tahun 2008. Menurut UU Merek jika dalam rentang waktu tiga tahun suatu merek tidak digunakan, maka Ditjen HKI akan menghapus pendaftaran merek tersebut. Tanpa adanya tuntutan dari pihak lainpun seharusnya Ditjen HKI berinisiatif menghapus pendaftaran merek tersebut, sebagaimana diamanatkan UU.

Analisis :
Banyak masyarakat Indonesia yang sangat tertarik dengan keuntungan yang ditawarkan dari bisnis kuliner. Banyak sekali inovasi-inovasi baru dari beberapa makanan seperti contohnya pada kasus ini adalah “waroeng podjok” dan “warung pojok”. Demi mendapatkan keuntungan dan popularitas, banyak masyarakat yang menggunakan kesamaan nama walaupun hanya dibedakan cara membaca atau beberapa hurufnya. Namun hal seperti ini sebenarnya melanggar hak atas merek bagi perusahaan yang sudah lebih dahulu menggunakannya. Diharapkan masyarakat dapat berfikir lebih luas untuk memulai bisnisnya sehingga tidak terjadi kasus-kasus seperti ini lagi.
Sumber :

Kasus sengketa IKEA




IKEA membuka tokonya di Alam Sutera, Tangerang, Provinsi Banten, pada 13 Oktober 2014. Eva tampak serius mengamati deretan pot bunga yang terbuat dari tembikar. Telapak tangannya disapukan ke permukaan salah satu pot, untuk memeriksa kekokohan barang tersebut. Eva adalah salah seorang dari ribuan pengunjung di toko furnitur IKEA yang terletak di Alam Sutera, Tangerang, Provinsi Banten. Dia mengaku rajin menyambangi toko itu untuk membeli beragam keperluan rumah tangga. Ketika ditanya mengenai kasus merek yang melibatkan toko tersebut, dia mengangguk tanda mengerti.
“Saya sudah mendengar kasus ini. Tapi saya sih merasa tidak terpengaruh. Saya akan tetap datang ke sini,” kata Eva.
Selama nyaris dua pekan terakhir, Eva dan publik Indonesia lainnya disajikan pemberitaan mengenai perusahaan raksasa mebel asal Swedia, IKEA. Melalui putusan Mahkamah Agung yang dipublikasikan ke ranah publik pada awal bulan ini, merek dagang perusahaan tersebut dihapuskan di Indonesia. Akibatnya, cap IKEA tak lagi bisa menempel pada dua jenis barang, yakni perabot rumah yang terbuat dari kayu, gabus, rumput, rotan, dan plastik serta wadah untuk rumah tangga yang terbuat dari porselin atau tembikar.
Dalam klasifikasi hak kekayaan intelektual Indonesia, kedua jenis barang itu masuk kelas 20 dan 21. Mahkamah Agung memutuskan bahwa merek dagang IKEA harus dicabut pada dua jenis barang, yakni perabot rumah yang terbuat dari kayu, gabus, rumput, rotan, dan plastik serta wadah untuk rumah tangga yang terbuat dari porselin atau tembikar. Dalam klasifikasi hak kekayaan intelektual Indonesia, kedua jenis barang itu masuk kelas 20 dan 21.
 
Duduk perkara
Sebagaimana dijelaskan Direktur Jenderal Hak kekayaan Intelektual dari Kementerian Hukum dan HAM, Ahmad Ramli, Inter Ikea System BV selaku pemegang merek IKEA telah mendaftarkan mereknya pada berbagai jenis barang, termasuk kelas 20 dan 21, pada Ditjen HAKI pada 2010. Tiga tahun kemudian, PT Ratania Khatulistiwa dari Surabaya melayangkan gugatan untuk menghapus merek IKEA.
“Direktur Merek kemudian mengeluarkan usul tolak. Karena usul tolak ini, pemohon kemudian mengajukan ke pengadilan dengan alasan non-use, artinya jika suatu merek tidak digunakan dalam tiga tahun, maka merek itu bisa dicoret atau dihapus,” kata Ahmad Ramli kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Dalih yang digunakan oleh PT Ratania Khatulistiwa ialah Pasal 61 ayat 1 huruf a UU Merek yang berbunyi:
“Penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal.”
Inter Ikea System BV selaku pemegang merek IKEA telah mendaftarkan mereknya pada berbagai jenis barang, termasuk kelas 20 dan 21, pada Ditjen HAKI pada 2010. Tiga tahun kemudian, PT Ratania Khatulistiwa dari Surabaya melayangkan gugatan untuk menghapus merek IKEA.
Pada 17 September 2014, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan merek IKEA di kelas 20 dan 21 harus dicabut. Atas vonis ini, Inter Ikea System BV mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Tapi, pada 12 Mei 2015, MA mengeluarkan putusan menolak permohonan kasasi. Juru bicara MA, Suhadi, menolak menjelaskan dasar penolakan yang diputuskan majelis hakim yang diketuai Syamsul Maarif dan beranggotakan Abdurrahman dan I Gusti Agung Sumanatha. Namun, dia mengakui ada perbedaan pendapat di antara hakim.
"Hakim agung Sumanatha memilih dissenting opinion dan menyatakan gugatan PT Ratania haruslah ditolak," kata Suhadi.
Inter Ikea System BV telah melakukan registrasi ulang ke Direkrorat Jenderal HAKI di Indonesia pada 2012 dan disetujui atau terdaftar pada 2014.

Tetap buka
Lantas, apakah akibat putusan tersebut, IKEA tak lagi bisa memperdagangkan produk-produk mereka di Indonesia? Tony Mampuk, kepala divisi hubungan pemerintah IKEA Indonesia, membenarkan bahwa putusan MA menghapus merek IKEA pada 2010.
“Tetapi yang tidak terungkap bahwa Inter Ikea System BV telah melakukan registrasi ulang ke Direkrorat Jenderal HAKI di Indonesia pada 2012 dan disetujui atau terdaftar pada 2014. Sertifikat tahun 2014 sampai dengan hari ini masih berlaku dan valid dan dilisensikan secara eksklusif oleh Inter Ikea System BV ke PT Hero Supermarket. Jadi bisa dibilang, secara dampak, putusan (MA) itu tidak berdampak selain menghapus trademark 2010 yang telah digantikan pada 2014,” kata Tony.
Pihak IKEA Indonesia menambahkan bahwa amar putusan Mahkamah Agung pada 2015 lalu menyebutkan mengenai penghapusan merek dagang IKEA pada dua jenis barang, tapi tidak disebutkan bahwa merk IKEA dialihkan ke pihak lain. Atas alasan itu pula, toko IKEA di Alam Sutera, Tangerang, tetap buka.
BBC Indonesia berupaya beberapa kali menghubungi PT Ratania Khatulistiwa di Surabaya selaku penggugat merk IKEA, namun perusahaan tersebut belum kunjung memberikan tanggapan. Pihak IKEA Indonesia menambahkan bahwa amar putusan Mahkamah Agung pada 2015 lalu menyebutkan mengenai penghapusan merek dagang IKEA pada dua jenis barang, tapi tidak disebutkan bahwa merk IKEA dialihkan ke pihak lain.



Sorotan
Masalah merek ini mendapat sorotan dari sejumlah akademisi. Profesor Muhammad Hawin, dosen kajian persaingan usaha dari Universitas Gajah Mada, misalnya. Menurutnya, dalam beberapa kasus merk yang disengketakan di pengadilan, hakim tidak melindungi merek terkenal.
“Semangat untuk melindungi investor asing belum tinggi,” katanya. Heru Susetyo, dosen kajian hukum masyarakat dan pembangunan dari Universitas Indonesia memandang kasus merk IKEA adalah cerminan bahwa hukum di Indonesia kurang mendukung investasi dan inovasi.
“Ada dua hal. Pertama, produk hukumnya belum ada atau kurang mendukung iklim investasi dan teknologi di Indonesia. Jadi ini bukan hanya masalah IKEA ya,” ujar Heru seraya menyebut sejumlah contoh, seperti kasus transportasi ojek online dan kasus perakit televisi. Hal ini, menurutnya, tantangan bagi dunia hukum di Indonesia yang perkembangannya lebih lambat dari perkembangan teknologi dan ekonomi.
“Ini membuat para investor atau pengusaha jadi berpikir panjang untuk berinvestasi dan mengembangkan bisnisnya,” kata Heru.

Anilisis :
Indonesia adalah salah satu Negara berkembang yang saat ini sedang berusaha memperbaiki ekonomi negaranya. Masyarakat Indonesia yang sangat konsumtif, menggiurkan investor dari luar negeri untuk menjajalkan usahanya dinegara ini. Namun, Negara ini masih sangat kurang memperkuat hukum terhadap merek-merek baik merek dari Negara tersebut maupun Negara luar. Seperti kasus IKEA ini yang tidak mendapatkan perlindungan hukumnya terhadap beberapa dagangannya seperti merek dagang kelas 20 dan 21. Investor dari luar negeri ini dapat membantu perekonomian Indonesia, namun dengan adanya kasus seperti ini, mungkin banyak investor yang harus berfikir panjang untuk memulai investasinya dengan Indonesia.

Senin, 25 April 2016

hak paten antara motorola dan apple


Kasus berikut ini merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran hak paten yang pernah terjadi antara perusahaan Apple dengan Motorola yang telah diakuisisi oleh Google. Kabar menyebutkan gugatan Motorola atas iPhone 4S dan iCloud. Memang bukan Google yang secara langsung menggugat Apple, tetapi dengan telah dibelinya Motorola Mobility oleh Google pada Agustus 2011 lalu merupakan fakta bahwa Motorola adalah milik Google, sementara Google juga adalah pemilik Android yang telah lama diperangi Apple melalui berbagai gugatan hak paten. Tanggal 15 Agustus 2011 Google resmi mengambil alih Motorola Mobility. Kesepakatan pembelian Moto’s mobile device arm itu bernilai $ 12,5 miliar atau lebih dari Rp 100 triliun.
Google sekarang jadi pabrikan telepon terbesar dunia yang berarti akan ada perbaikan device Motorola Android di masa mendatang. Sesuatu yang akan makin melambungkan reputasi Google di biang portfolio hak paten. Akuisisi itu, menurut Google, akan mempertajam persaingan di bisnis mobile. Google mencaplok Motorola Mobility senilai $ 40 per saham dan dibayar tunai yang berarti Google telah membeli 63% perusahaan tersebut.
Gugatan tersebut dilayangkan Motorola terhadap Apple terkait iPhone terbaru yang disebut telah melanggar 6 paten milik Motorola. Semua paten tersebut dikatakan berhubungan dengan mobile technology. Bukan itu saja, Motorola juga menggugat layanan iCloud milik Apple meski belum dijelaskan secara rinci pada publik bagian mana yang melanggar paten milik Motorola.
Dalam putusan yang ditetapkan oleh Hakim ITC, Thomas Pender, kesalahan Apple terletak pada pelanggaran untuk hak paten dari teknologi Wi-Fi dari Motorola Mobility. Motorola sebenarnya mengklaim bahwa 4 buah hak paten mereka yang terkait dengan teknologi wireless 3G telah dilanggar oleh Apple, namun ITC menyatakan bahwa Apple terbukti bersalah untuk salah satu hak paten saja. Putusan tersebut memang masih merupakan putusan awal dan masih harus disetujui oleh 6 anggota komisi ITC, namun jelas merupakan sebuah pukulan telak bagi Apple mengingat sebelumnya (bulan Januari 2011) ITC juga telah memutuskan bahwa smartphone DROID dari Motorola sama sekali tidak melanggar 3 buah hak paten milik Apple. Motorola jelas menyambut gembira putusan tersebut, sedangkan Apple segera berencana untuk mengajukan banding karena mereka merasa bahwa hak paten untuk teknologi Wi-Fi tersebut merupakan sebuah teknologi standar dalam industri smartphone, dan pengadilan di Jerman memutuskan bahwa Apple tidak melanggar hak paten tersebut, Apple pun yakin bahwa mereka akan mampu mendapatkan putusan serupa setelah mengajukan banding di pengadilan ITC
Diinformasikan di FOSS Patent blog bahwa Motorola Mobility memenangkan kasus paten melawan Apple yang persidangannya berlangsung di pengadilan Jerman. Pengadilan Mannheim Regional menilai dan memutuskan bahwa Apple telah melanggar dua paten Motorola yang dokumen kasusnya didaftarkan ke pengadilan pada April 2003 lalu. Salah satu paten tersebut berkaitan dengan teknologi GSM, UMTS dan 3G. Ditemukannya dua paten Motorola di produk Apple membuat pengadilan memutuskan setiap produk Apple yang menggunakan dua paten itu dilarang diperjual-belikan di wilayah Jerman. Selain itu Motorola Mobility juga berhak mendapatkan ganti rugi materi yang harus dibayar Apple sebagai dampak gugatan tersebut.
Meskipun FOSS Patent tidak menyebutkan produk Apple mana yang telah melanggar paten milik Motorola namun kemenangan Motorola Mobility atas Apple ini juga dinilai sebagai kemenangan besar bagi Android platform. Itu tak lepas dari kepemilikan Motorola Mobility yang telah beralih ke tangan Google.
Keputusan yang sama juga sempat dikeluarkan oleh International Trade Commission (ITC) menyatakan bahwa iPhone dan iPad dinyatakan melanggar hak paten salah satu teknologi dari Motorola Mobility yang banyak digunakan di dalam berbagai perangkat Android
Dunia perindustrian terus menghasilkan produk-produk yang selalu disertai inovasi-inovasi terbaru. Setiap inovasi tersebut akan selalu dilindungi oleh hak paten setelah penemu mendaftarkan inovasinya ke organisasi yang mengurusi hak paten. Jika ada produsen yang menggunakan produk yang telah dipatenkan produsen lain maka produsen tersebut dapat dituntut atas pelanggaran hak paten.
Hak paten menawarkan perlindungan bagi para penemu bahwa penemuan mereka tidak dapat digunakan, didistribusikan, dijual, dihasilkan secara komersial, diimpor, dieksploitasi tanpa persetujuan dari pemilik sekarang. Saat ini banyak sekali kasus tentang pelanggaran hak paten.
Pelanggaran hak paten akan banyak menimbulkan banyak masalah. Selain itu, hal ini dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat, yaitu saling mencari kesalahan atas produk yang sudah dibuat maupun produk baru, bahkan masalah ini dapat dijadikan salah satu alasan untuk dapat menjatuhkan perusahaan yang satu dengan yang lain. Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi yaitu antara perusahaan Apple dan Motorola. Kasus ini diawali dengan penuntutan Motorola terhadap Apple yang telang melanggar hak paten Motorola atas teknologi Wi-fi yang telah mereka patenkan.
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 menyebutkan bahwa pengertian hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial, dan penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non-obvious)
Pengertian hak paten telah diatur dalam Undang Undang No 14 Tahun 2001 tentang paten. Dalam undang-undang ini diatur mengenai syarat paten, jangka waktu berlakunya paten, hak dan kewajiban inventor sebagai penemu invensi, tata cara permohonan hak paten, pegumuman dan pemeriksaan substansif. Objek hak paten ialah temuan (invention) yang secara praktis dapat dipergunakan dalam bidang perindustrian. Itulah sebabnya Hak Paten termasuk dalam jenis hak milik perindustrian, yang membedakannya dengan Hak Cipta. Penemuan yang dapat diberikan hak paten hanyalah penemuan baru di bidang teknologi. Penemuan yang dimaksud bisa berupa teknologi yang ada dalam produk tertentu maupun cara yang dipakai dalam proses menghasilkan produk tertentu sehingga hak paten bisa diberikan pada produk maupun teknologi proses produksi.
Hak paten menawarkan perlindungan bagi para penemu bahwa penemuan mereka tidak dapat digunakan, didistribusikan, dijual, dihasilkan secara komersial, diimpor, dieksploitasi tanpa persetujuan dari pemilik sekarang. Pemiliki paten memegang hak khusus untuk mengawasi cara pemanfaatan paten penemuan mereka untuk jangka waktu 20 tahun. Untuk menegakan hak, pengadilan yang bertindak untuk menghentikan suatu pelanggaran hak paten. Jika ada pihak ketiga, yang berhasil membuktikan ketidaksahihan suatu paten, pengadilan dapat memutuskan bahwa paten yang diterima adalah tidak sah.
Hak khusus pemegang paten untuk melaksanakan temuannya secara perusahaan atas patennya baik secara sendiri maupun dengan memberikan persetujuan atau ijin atau lisensi kepada orang lain, yaitu: membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan, untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten. Hak ini bersifat eksklusif, dalam arti hak yang hanya bisa dijalankan oleh orang yang memegang hak paten, orang lain dilarang melaksanakannya tanpa persetujuan pemegang paten. Untuk menegakan hak, pengadilan yang bertindak untuk menghentikan suatu pelanggaran hak paten. Jika ada pihak ketiga, yang berhasil membuktikan ketidaksahihan suatu paten, pengadilan dapat memutuskan bahwa paten yang diterima adalah tidak sah. Selain itu, pemegang hak yang sah memiliki hak menggugat. Hak menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud di atas.
Di Indonesia sendiri, undang undangnya sudah mengatur ketentuan untuk para pelanggar hak paten ini. Pada pasal 130 undang undang republic Indonesia tahun 2001 menyebutkan bahwa Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Analisis :
Permasalahan hak paten anatara Motorola dan apple ini bermula pada perusahaan goggle yang sudah dari awal berperang dengan apple. Kemudian perusahaan Motorola yang berhasil menemukan teknologi wifi ini dibeli oleh google yang akhirnya terus berperang dengan perusahaan apple. Apple digugat atas pelanggaran terhadap 6 paten sedangkan dalam peradilan dinegara jerman terbukti apple hanya melanggar satu hak paten saja. Dengan ini berarti apple tidak diperizinkan memperjualkan produk yangtelah melanggar hak paten tersebut dijerman dan juga harus membayar denda yang sudah digugatkan oleh perusahaan google. Diindonesia sendiri apabila sesorang melanggar hak paten maka dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 
http://dede90rukmana.blogspot.co.id/2013/06/kasus-pelanggaran-tentang-hak-paten.html